Skip to main content

Featured

pertama di indonesia

 

BAJU AGAMA




Apa baju itu?
Baju apa yang harus kita pakai?
Bagaimana cara kita pakai baju?
Untuk apa baju itu?
Dimana kita pakai?
Kapan kita pakai?
Di dunia ini sebagai mahluk hidup khususnya manusia yang merupakan level hidup tertinggi karena memiliki kemampuan kemampuan yang paling utama, yaitu memiliki pikiran dalam kelahirannya sebagai manusia. Secara naluri selalu membutuhkan perlindungan terhadap dirinya sendiri, khususnya badan ini membutuhan perlindungan dari semua kondisi dan situasi. Badan butuh perlindungan dari panas dan dingin, badan juga butuh kesejukan baik secara lahir maupun batin. Demikian juga kita dalam kehidupan ini membutuhkan perlindungan dari segala hal yang dapat terjadi pada tubuh yang abstrak ini seperti perindungan fisik, pelindungan rohani, perlindungan pikiran, dan perlindungan intelektual. Oleh karena itu kita menggunakan “Baju Agama”.

Tidak ada manusia yang menginginkan tubuhnya selalu telanjang, akan ada kecendrungan selalu ingin memakai baju yang paling bagus dan paling mahal, tapi realitanya selalu kembali kepada kemampuan dan pekerjaan masing-masing. Penjual baju agama hanya menyiapkan berbagai macam dan pilihan, tentu yang dipilih juga harus sesuai dengan ukuran diri sendiri dari segi fisik, rohani, pikiran dan pengetahuan.
Itulah sebuah ilustrasi dalam memilih dan menggunakan baju Agama. Dalam beragama, semua orang ingin mendapat perlindungan melalui pelaksanaan agama yang dipakai sebagai sarana mencari perlindungan itu, maka baju agama juga perlu disesuaikan dengan swadharma dan kemampuan kita. Sebagai contoh seorang petani tidak mungkin akan memakai jas, dasi dan sepatu lengkap lalu memikul cangkul berangkat keladang/ kesawah untuk mencangkul. Sama seperti seorang pejabat tinggi atau seorang direktur sebuah perusahan yang tidak mungkin menggunakan baju selayaknya orang yang akan pergi kesawah saat ke kantor. Tidak ada larangan seorang petani tidak boleh mencakul ke ladang dengan dengan pakaian seperti itu atau sebaliknya. Namun perlu dipikirkan lagi kepantasanya. Demikian juga menggunakan baju agama perlu penyesuaian yang pantas.
Demikianlah dalam agama Hindu, untuk penggunaan agama, pembelajaran, serta penerapan dan aplikasinya dalam kehidupan juga disesuaikan dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing. Sekalipun hampir semua orang ingin yang paling bagus dan pengetahuan yang paling tinggi, sama seperti berpakian semua ingin yang paling bagus dan mahal, tentu perlu ada etika sosial yang perlu kita pahami bersama.
Jaman sekarang juga baju agama bisa saja disalahgunakan, contohnya mengaku seorang rohaniwan berpakian dan berpenampilan religius padahal mentalnya adalah seorang koruptor atau malah berprilaku kriminil. Sama dengan kehidupan sekarang, dikira seorang pejabat menggunakan jas, dasi lengkar, ternyata seorang perampok. Tidak ada bedanya manusia yang beragama pada jaman kali yuga ini.
“dusta kasinengguh sadhu, sadune kasinengguh dusta”
Orang yang curang dianggap sebagai orang yang baik dan jujur, orang yang baik direndahkan sebagai pendusta dan penitpu. Orang yang tidak tahu agama akan banyak berteori agama namun prilakunya sangat bertentangan dengan apa yang dia katakan, karena diliputi oleh awidya.
Menggunakan baju agama untuk kemunafikan dan menutupi dirinya dari kecurangan. Mantra, Sloka, dan Ayat Suci mulai dipolitisi menurut kepentingannya, bukan dijadikan perenungan untuk dihayati. Mantra, Sloka Dan Ayat Suci dikaji dan diuji untuk direndahkan bukan untuk didalami dan diagungkan. Begitu banyak baju agama yang dipakai setiap orang dengan warna yang berbeda menurut kepantingannya, hal ini justru tidak dapat diterima sebagai persamaan tapi malah dijadikan peluang konflik di dalam kehidupan untuk menyamakan perbedaan.
Dalam mengunakan baju agama sering dibanding-bandingkan dengan baju orang lain yang sudah pasti dari segala segi adalah berbeda. Saya sangat menyayangkan orang yang berpikir tentang mengambil perbandingan dengan agama lain. Hindu itu bukan Kristen, Islam, Katolik, bukan yang lainnya. Lantas kenapa kita tidak mau menunjukan diri, justru dogma dan sakralisasipun dibanding-bandingkan untuk diadopsi. Perbandinga bukan berarti tidak perlu, itupun perlu untuk kita ketahui, untuk bisa menghormati, menghargai dan memahami perbedaan orang lain tetapi diri kita adalah diri kita sendri bukan orang lain. Baju kita adalah baju kita bukan baju tetangga, ukuran baju kita adalah badan kita bukan badan orang lain.
Untuk itu kita perlu mengenal diri sendiri sebelum mengenal orang lain. Sepanjang kita mengunakan ukuran baju orang lain, maka sepanjang itu juga perasaan akan tidak nyaman, maka kedamaian yang diharapakan akan semakin jauh, maka tujuan hidup di dunia dan akhirat semakin kandas. Sehingga kita akan selalu dibawa oleh gelombang dunia ini. Baju agama itu bermanfaat bagi perlindungan fisik kita, rohani, nurani dan pikiran kita. Maka dalam pelaksanaanya ditentukan oleh ukuran kita sendiri bukan ukuran orang lain.

Untuk renungan yang terlewatkan



Comments

Popular Posts