Skip to main content

Featured

pertama di indonesia

 

BUNGA YANG DILARANG UNTUK YADNYA


Dalam pelaksanaan samskara upacara yadnya tidaklah semua bunga dapat di gunakan atau bunga yang sembarang di dapat, karena penggunaan bunga harus tetap mengacu pada nilai relijius, nilai spiritual, nilai kesucian, dan dipilih khusus sesuai dengan sumber-sumber sastra suci dalam ajaran agama Hindu.
 Dalam Agastya Parwa menegaskan bagaimana keutamaan bunga yang kita persembahkan sebagai sarana pemujaan. Adapun bunyi sloka sebagai berikut:
Kunan ikan stri mahala tanpa pirak, tanpa janma, tan wruh maniwi swami, mogha kinasihan denin laki wisesa manke sila nika nuni; jnanabhaktis tu nathe ya, bhkati maswami nuniweh ri dewata ika nuni, ndatan tepet bhakti niki, tan upakara phala nin bhaktinya resep. Dumehnya wirupa mwan tanpa janma. Tan wruh amahelepa silanya nuni, agelem amujeken kembang tan yogya pujakena, tan aradin, olah bwat jawanya, apan samanke kemban tan yogya pujakena rin bhattara”.
Artinya:
Wanita buruk rupa, tidak kaya, tidak bangsawan, tidak bisa melayani suami tetapi di sayang oleh laki-laki utama. Perbuatannya dahulu demikian. Ia itu bhakti kepada suami, bhakti kepada bhatara, tetapi bhaktinya tidak tepat, karena tanpa upakara. Itulah yang menyebabkan ia buruk rupa dan tidak bangsawan. Sifatnya dahulu Ia tidak tahu menjadikan tingkah lakunya dahulu (Ia) gemar mempersembahkan bunga yang tidak patut dipersembahkan, tidak bersih dalam mengolah biji-bijiannya, karena kembang yang tidak patut dipersembahkan kepada bhatara.

Menyimak makna sloka tersebut di atas, maka dapat ditegaskan disini, walaupun sungguh besar rasa bhakti kehadapan Hyang widhi dan kepada sesama ciptaan-Nya, tetapi rasa bhakti tersebut tidak disertai denga wujud persembahan berupa upakara yadnya maka kuranglah bermakna cetusan rasa bhakti itu. Demikian pula selanjutnya, walaupun sudah mewujudkan rasa bhakti itu kepada Hyang Widhi dengan persembahan upakara yadnya, tetapi persembahan yang kita haturkan kehadapan-Nya tidak pada tempatnya, mempersembahkan hal-hal yang tidak patut di persembahkan, mempersembahkan saran yadnya yang tidak suci, persembahan itu camah (kotor), mempersembahkan sarana yadnya dari hasil jarahan, mencuri dan menipu (yang bukan miliknya), termasuk juga disini mempersembahkan bunga/ kemban/ puspa/ sekar yang tidak baik sesuai dengan landasan dharma, maka tidak ada maknanya persembahan tersebut. Perlu di ingat bahwa rasa bhakti ke hadapan Tuhan tentunya melalui sarana upakara yadnya yang memiliki nilai kesucian sesuai dengan jenis dan makna dari yadnya itu sendiri.
Berikut ini akan di kemukakan pula beberapa uraian yang membahas tentang jenis bunga yang dilarang dalam penggunaannya sebagai sarana upacara yadnya berdasarkan ajaran agama Hindu.
-       Dalam Naskah Agastya Parwa, menegaskan:
”Kalinanya: nihan ikan kembah tan yogya pujakena rin bhatara; kembah huleren, kembang rurutan inunduh, kembang semuten, kembang laywan-laywan naranya alewan mekar, kembang mungah rin sema. Nahan tal lwir nin kemban tan yogya pujakena de nikasan sattwika. Kembang utama ta pujaken ira, maran saphala rupa nira, apan magaweya janma lawan rupa ikan wwan tuhaganamuja naranya”.
Artinya:
“Inilah bunga yang tidak dapat di persembahkan kepada bhatara, bunga yang berulat, bunga yang gugur tanpa di guncang, bunga yang berisi semut, bunga yang layu yaitu bunga yang lewat masa mekarnya, bunga yang tumbuh dikuburan. Itulah jenis-jenis bunga yang tidak patut dipersembahkan agar  wajahnya sesuai dengan yang diharapkan, sebab orang yang selalu memuja tersebut akan membentuk kelahiran wajahnya”.
-          Dalam naskah Siwagama, ada menegaskan tentang bunga yang tidak baik atau dilarang penggunaannya sebagai sarana upacara yadnya, khususnya dikaitkan dengan pelaksanaan Dewa Yadnya dalam fungsinya untuk sarana memuja kebesaran Hyang Widhi, antara lain bunga turuk, umung atau bunga kedukduk, yang konon menurut mitologi disebut bunga lalat, baunya yang tidak harum dari bunga tersebut, kotor atau tidak suci.
-       Menurut naskah Yama Purana Tattwa, menyebutkan mengenai bunga yang dilarang untuk digunakan yaitu bunga yang keadaannya cemer atau bunga yang tidak suci, seperti bunga yang digigit belalang, bunga yang ada bekas dimakan ulat. Bunga yang seperti itu dilarang dari pemakaiannya untuk membuat puspa lingga maupun untuk yadnya yang lainnya.
-       Dalam naskan Aji Janataka, menegaskan mengenai jenis bunga yang dilarang penggunaannya sebagai sarana dalam pemujaan. Sesuai naskah tersebut jenis bunga yang dilarang antara lain jenis bunga jempiring alit dan jenis bunga silikonta. Kedua jenis bunga tersebut, menurut mitologinya tidak mendapat waranugraha dan tidak mohon penglukatan Hyang Siwa, sehingga mendapat kutukan untuk dilarang digunakan dalam penggunaanya sebagai sarana pemujaan ke hadapan Hyang Widhi.

Bersambung.........................................




Comments

Popular Posts