Search This Blog
Kita semua adalah pelayan; biasa jadi pelayan keinginan sendiri, pelayan orang lain, pelayan masyarakat atau pelayan Tuhan ; jadilah pelayan yang mampu menyelamtkan diri di dunia dan akhirat
Featured
- Get link
- X
- Other Apps
Posted by
SUBHATMA
BRATA PEMANGKU/PINANDITA
BRATA
SEORANG PAMANGKU
Dalam rangka
melembagakan kesucian dalam diri, seorang Pamangku wajib melaksanakan brata atau disiplin yang ketat
sebagai landasan untuk mencapai Tuhan, sesuai pernyatuan Yajurveda
XIX.35 sebagai berikut:Vratena diksam apnoti, diksaya apnoti daksinam,
Daksinam sraddham apnoti, sraddhaya satyam apyate.
Terjemahannya.
Dengan menjalankan brata (disiplin) seseorang mencapai diksa (penyucian) Dengan dhiksa seseorang memperoleh daksina (kemuliaan), dengan daksina seseorang membangun sraddha (keyakinan). melalui sraddha seseorang memperoleh satya (Hyang Widhi).
Selanjutnya tentang bebratan Pemangku dalam rangka menjaga kesucian diri
pribadinya selain diupayakan dengan senantiasa berbuat kebajikan dilandasi oleh
budhi. luhur atau susila ambeking budhi serta menghindari perbuatan
yang dursila maupun
yang dipandang mencemari dirinya
secara lahir dan bathin. Selain itu memahami komponen pembangun
kehidupan ini yang membutuhkan cara penyucian yang
berbeda-beda sesuai ucap Manawa Dharmasastra.V.109. sebagai berikut:
"Adbhirgatrani suddhyanti, Manah
satyena suddhyanti,Widya tapobhyam bhutanam, Budhir jnana suddhyanti"
Terjemahannya
Tubuh disucikan dengan air, pikiran disucikan dengan
kebenaran (satya), Atma
disucikan dengan Tapa Brata, Budhi disucikan dengan ilmu pengetahuan.
Kemudian secara konsisten melaksanakan ajaran yama nyarna brata, trikaya parisudha dan ajaran catur paramita sebagai landasan moralitas dan mentalitas membangun kersucian batin.
Yama Brata:
a.
Ahimsa :Tidak menyakiti atau membunuh
mahluk lain.b. Brahmacarya :Tekun memperdalam. ilmu keagamaan.
c. Awyawahara :Tidak suka bertengkar tidak pamer dan dapat mengekang nafsu
d. Asteya :Tidak suka mencuri, korupsi mengambil milik hak orang lain.
e. Satya :Taat dan jujur selalu menjunjung tinggi kebenaran.
Niyama Brata :
a.
Akrodha :Mengekang
amarah serta mampu mengendalikan diri
b.
Gurususrusa :Selalu
taat kepada perintah Guru serta mengikuti semua ajarannyac. Sauca :Senantiasa melembagakan kesucian dalam kehidupan.
d. Aharalagawa :Mengatur pola makan secara benar.
e. Apramada :Tidak menghina atau mencela serta melecehkan pendapat orarg lain
Trikaya Parisudha:
a. Manacika : Selalu menjaga kesucian dalam berpikir.
b. Wacika : Selalu menjaga kesucian dalam berkata-kata.
c. Kayika : Selalu menjga kesucian dalam segala perbuatan.
Catur Paramitta
a. Metri :Mempunyai si fat bersahabat
dengan semua mahluk. b. Karuna :Mempunyai sifat welas asih terhadap sesamanya.
c. Mudita :Mempunyai rasa simpati terhadap sesamanya dalam suka dan duka.
d. Upeksa :Mempunyai sifat waspada dan teliti didalam segala hal, tidak gegabah.
Secara khusus bebratan tentang kepemangkuan ini juga termuat dalam lontar Tatwadewa yang berbuwnyi sebagai berikut:
Pamangku tan amisesa
gelah anakke juang, tembe-tembe ring niskala.
Terjemahannya.Pamangku tidak dibenarkan mengambil milik orang lain, lebih-lebih milik pura
Hal ini
mengingatkan agar para Pemangku tidak rakus
terhadap drewe pura seperti sesari maupun barang-barang lainnya yang
dipersembahkan oleh umat.
Selanjutnya
tentang babratan pamangku dalam rangka menjaga kesucian diri secara khusus dituangkan dalam lontar Tattwadewa yang
disebut dengan Brata Amurti Wisnu yang berbunyi sebagai berikut:
"Nihau aji kreta ngaran, tingkahe mamangku, asuci purnama tilem, ika maka wenang adunging abrata, kawasa mangan sekul kacang-kacang garem aywa mangan ulam bawi lonia satahun. Malih
abrata amangan sekul iwaknia tasik lonia
solas dina. Malih abrata mangan sekul iwaknia sarwa sekar lonia tigang dina.
Nihau brata Amurti Wisnu ngaran , kawasa mangan sekul iwaknia sambeda, aywa
nginum toya solas dina lonia. Brata ning abrta ngaran.
Terjemahannya.
Initah haji kreta
namanya prilaku. menjadi Pamangku, menyucikan diri pada hari
purnama tilem, itulah sebagai kelengkapan
melaksanakan brata, dibenarkan untuk
makan nasi kacang-kacangan dan garam, jangan makan daging babi lamanya setahun. Dan dibenarkan makan nasi
dengan lauk garam selama sebelas hari, dan berikutnya makan nasi lauknya bunga
wangi lamanya tiga hari. Itulah yang disebut brata Arnurti Wisnu namanya,
berhasil makan nasi lauk-nya sembarangan jangan minurn air seblas hari, puncak
brata namanya.
Selain itu brata yang tidak boleh
ditinggalkan adalah senantiasa mapeningan
atau menyucikan diri dan yang tidak kalah
pentingnya adalah mendalarni ajaran agama terutama yang berhubungan
dengan tugasnya sebagai Pamangku. Mengingat kapasitas Pamangku sebagai gembala
umat, ia tidak hanya memiliki keyakinan yang mantap untuk mengantarkan umat
mencapai Tuhan dengan landasan cara hidup moralitas dan mentalitas yang benar,
kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah memiliki pengetahuan
keagamaan yang benar. Sebab tanpa pengetahuan keagaman yang benar niscaya apa
yang menjadi misi kepamangkuan tidak akan terwujud. Untuk itu Lontar Kusumadewa
mengatakan:
"Apan kramaning dadi Pamangku, patut uning ring Tatwa dewa, Dewa tatwa,
Kusumadewa, Rajapurana, Puranadewa, Dharma Kahyangan, Purana tattwa, I Pamangku
wenang anrestyang pamargin agamane ngastiti Dewa Bhatara Hyang Widhi,
kasungkemin olih 1 Krama Desa makadi karma pura sami, awinan mamuatang pisan I Pamangku mangda tatas ring sastra, mangda
wruh katattwaning paindikan mwang katuturan, makadi kadharmam, mangda patut
pangambile mwang pamargine. "Tegemahannya:
Adapun prilaku seorang Pamangku hendaknya mengerti serta memahami tentang Tattwadewa, Dewa Tattwa, Kusumadewa, Raja purana, Purana Dewa Dharma kahyangan Pamangku patut menjadi pelopor pelaksanaan agama serta memuja Tuhan, dipatuhi oleh warga masyarakat desa maupun warga penyungsung pura. Oleh karena itu sangat diharapkan agar Pamangku paham akan hakikat segala hal seperti, paham dalam kesusilaan agar tidak salah dalam melaksanakan tugasnya.
Larangan:
Dalam upaya memelihara kesucian diri sebagai Pamangku, berdasarkan sumber sastra Kusumadewa ada beberapa larangan yang patut dijauhi oleh seorang Pamangku.
"Yan hana. Pamangku Widhi tampak tali,
cuntaka dadi Pamangku, wenang malih maprayascitta kadi nguni upakaranya,
wenang dadi Pamangku Widhi malih. Yan nora samangkana phalanya tan mahyun Bhatara mahyang
ring, kahyangan.
Terjemahan:Bilamana ada Pamangku pura yang pernah diikat / diborgol, di pandang tidak suci Pamangku tersebut, diwajibkan melaksanakan upacara penyucian kembali seperti sediakala. Di benarkar ditetapkan menjadi Pamangku kembali. Bila tidak demikian akibatnya tidak berkenan Ida Bhatara turun di pura.
Yang dimaksud dengan tampak tali di sini
adalah bilamana pamangku itu pernah dituduh
berbuat kejahatan sehingga dihukum atau diikat. Terbukti atau tidak kesalahan pamngaku itu, karena pernah dihukurn atau dituduh
berbuat salah sehingga
diikat, maka akibat dari itu kesuciannya dipandang telah ternoda
sehingga perlu direhabilitasi melalui upacara prayascita. Untuk dapat bertugas
kembali. Bila ternyata pamangku itu memang terbukti bersalah maka otomatis Kepamangkuannya
dicabut/digugurkan. Bahkan diwajibkan untuk mengembalikan biaya pawintenan yang
pernah dikeluarkan oleh desa. Tetapi jika tidak bersalah semua biaya upacara
reabilitasi akan ditanggung desa.
"Yan hana pamangku Widhi sampun putus madiksa Widhi
mapawintenan Eka jati, mapahayu agung, tekaning, antaka haywa
pinendhem, tan wenang, hila-hila dahat ikang
bhumi kena upadrawa de Sang Panenggeking Bhumi. "
Terjemahannya:Apabila seorang pamangku pura yang telah melaksanakan upacara pawintenan hingga tingkat mapahayu agung, tatkala kematiannya tidak boleh ditanam/dikubur, bahaya akan mengancam, dunia kena kutuk oleh penguasa jagat.
Larangan untuk mengubur bagi pamangku yang meninggal dunia disebabkan karena seorang Pamangku telah mengalami penyucian diri baik lahir maupun batin, maka rohnya wajib segera disucikan dengan pengabenan untuk dapat bersatu dengan Tuhan. Maka jazadnya tidak dibenarkan untuk dikebumikan.
"Aja sira pati pikul-pikulan, aja
sira kaungkulan ring warung banijakarma, aja sira mungguh ring soring tatarub
camarayudha, salwiring pajudian mwang aja sira parek ri salwiring naya dusta. y
Terjemahannya:
Pamangku jangan
sembarang memikul, janganlah masuk ke lapak tempat berjualan, jangan duduk di
arena sabungan ayam, semua jenis perjudian, dan jangan dekat atau bergaul
dengan orang-orang yang berniat jahat.
Larangan bagi Pamangku untuk tidak sembarang memikul adalah untuk
menjaga kesucian lahir maupun batin Pamangku. Tetapi memikul benda-benda yang
telah disucikan tidaklah merupakan pantangan,
bahkan merupakan suatu kewajiban untuk dikerjakan. Kemudian larangan
untuk memasuki lapak tempat berjualan bukanlah berarti pamangku tidak boleh berbelanja, tetapi akan lebih baik jlka
pamangku tidak mengambil tugas rangkap sebagai dagang. Demikian juga
tentang duduk di bawah atap tempat judi,
jangankan berjudi duduk saja tidak
dibolehkan, ini menandakan. bahwa Hindu tidak membenarkan adanya perjudian.
"Yan Pamangku mawyawahara, tan wenang kita anayub cor teka
wenang adewasaksi. "Terjemahannya.
Bilamana pamangku bersengketa tidak patut mengangkat sumpah dengan cor, yang patut-dilakukan adalah mohon persaksian kehadapan Hyang Widhi.
Yang dimaksud dengan anayub cor adalah melaksanakan sumpah
yang mengandung kutukan dan dilanjutkan dengan meminum air suci dalam rangkaian
sumpah itu. Untuk proses hukum mengangkat sumpah dipengadilan masih
diperkenankan.
"Samalih tingkahing Pamangku, tan kawasa keneng
sebelan sire, pamangku, yan hana wwang namping babatang tan kawasa sira mangku marika, tur tan kawasa amukti
dreweniong namping babatang.
Tejemahannya.Dan lagi prilaku menjadi pamangku, tidak dibenarkan dinodai oleh kacuntakan, bila ada orang yang punya kematian tidak dibenarkan pamangku mengunjungi orang yang kedukaan tersebut, apalagi menikmati makannan dan minuman di tempat tersebut.
Larangan tersebut di atas bersifat anjuran, bila pamangku menghendaki agar dirinya tidak terkena cuntaka. Tetapi bilamana karena sesuatu hal yang mati adalah kerabat dekat sehingga akan dirasa kurang enak bile tidak datang melayat, sesungguhnya pamangku itu masih diperkenankan. Hanya saja setelah melayat pamangku wajib melakukan mapeheningan Kemudian untuk menetralisir pikiran yang cuntaka dapat pula dilakukan dengan mengucapkan mantra Aji Panusangan yang tersurat dalam lontar Sodasiwikarana yang berbunyi.
Iki Sanghyang Hayi Panusangan, ngaran pangeleburan
letuhing, sarira, palania tan keneng sebelan, saluiring mageleh ring,
prajamandala, wenang sakama-kama, apan sanghyang mantra luwih utama, yan tasak dening ngrangsukang mantra iki, saksat mawinten, ping
telu, gelarakna siang ratri.
Terjemahannya.
Ini ajian Panusangan namanya, pembasmi kekotoran diri,
pahalanya tidak terkena sebelan, segala noda di dunia, bisa diucapkan
dimana-mana, karena ajian sangat utama, apabila mantap dan matang dalam
pelembagaannya, ibaratnya mawinten tiga
kali, ucapkan siang malam.
Pujanya.Idep aku anganggo aji katomah, amangsa amungsung aku tan pabresiltan,aku pawaking setra, suka kang akasa, suka kang prethiwi, tan ana aku keneng sebelan, apan aku teka amresihin awak sariranku, teka bresih 3X
Kemudian dalam lontar Tattwa Siwa
Purana memb,uka tambahan tentang filsafat bali Pamangku sebagai berikut.
"SamaIih yang sampun madeg pamangku
tan wenang ngambil banterg, mikul tenggala mwang lampit, tan palangkahan sawa,
sarwa sato, saluiring sane kinucap cemer.
TeJernahannya.
Dan
apa bila sudah menjadi Pamangku, tidak patut mengambil sapi, memikul alat bajak, tidak dilangkahi
jenasah, binatang maupun segala yang tergolong cemer‑
Dalam
praktek yang telah berlaku di masyarakat, yang dipantangkan oleh Pamangku adalah melangkahi tali sapi dan tidak boleh memukul sapi. Untuk memikul alat bajak larangannya
didasarkan pada pertimbangan, bahwa alat bajak pada umumnya dalam pemakaiannya biasa diduduki, sehingga akan
dipandang cemer bila sesuatu yang biasanya diduduki itu dipikul oleh
pamangku. Tidak ada larangan yang jelas bahwa pamangku tidak boleh membajak.
Larangan
bagi Pamangku dilangkihi jenazah, sudah jelas karena jenazah dalam pandangan agama Hindu
tergolong cemer, demikian pula semua bentuk binatang (sarwa sato). Kesimpulannya pamangku tidak patut
dilangkahi oleh sesuatu yang tergolong
cemer.
Dalan, Paruman
Sulinggih Tingkat Prop. Bali tahun 1992 telah diambil suatu kesimpulan, yaitu pamangku tan pati pikul-pikulan, tidak dibenarkan ikut ngarap sawa, tan wenang cemer, bilamana
terbukti cemer pamangku patut melaksanakan prayascitta
atau nyepuh.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Popular Posts
Posted by
SUBHATMA
wangsa, soroh, kasta dan warna di Bali
- Get link
- X
- Other Apps
Posted by
SUBHATMA
BUNGA YANG BOLEH DIGUNAKAN UNTUK YADNYA
- Get link
- X
- Other Apps
Kalok jadi pemangku apakah boleh menyentuh bayi baru lahir, apakah itu termasuk cemer?
ReplyDelete