Search This Blog
Kita semua adalah pelayan; biasa jadi pelayan keinginan sendiri, pelayan orang lain, pelayan masyarakat atau pelayan Tuhan ; jadilah pelayan yang mampu menyelamtkan diri di dunia dan akhirat
Featured
- Get link
- X
- Other Apps
Posted by
SUBHATMA
wangsa, soroh, kasta dan warna di Bali
KORELASI WANGSA, KASTA,
SOROH, DAN WARNA
PENDAHULUAN
Isu yang sangat konterporer yang bekelanjutan di Bali
Hinga saat ini adalah masalah Wangsa, Soroh, Kasta dan Catur warna. Isu
ini bagaikan api didalam sekam, yang keberadaannya sealalu ada dan dapat muncul
sewaktu-waktu jika ada pemicunya bai dari segi tatanan social budaya, ekonomi
maupun politik.
Bila
kita melihat bermacam-macam kebudayaan daerah yang terdapat di Indonesia, maka
nampak jelas perbedaan antara budaya atau kebudayaan Bali dengan budaya dan
kebudayaan daerah lainnya. Populernya Bali di seluruh penjuru dunia adalah
karena kebudayaannya yang luhur dan indah itu, tentu pula di samping potensi
alamnya tempat budaya Bali tumbuh dan berkembang. Bagi pengamat sepintas, sulit
pula membedakan antara agama Hindu dan budaya Bali, oleh karena itu sering
terjadi identifikasi bahwa agama Hindu sama dengan kebudayaan Bali. Kerancuan
ini perlu dijelaskan, bahwa kedudukan agama Hindu dalam hubungannya dengan
budaya Bali adalah merupakan jiwa dan nafas hidup dari budaya dan kebudayaan
ini.
Agama Hindu dapat disebut sebagai
isi dan budaya Bali sebagai ekspresi atau gerak aktivitasnya. Agama Hindu
sesuai dengan sifat ajarannya senantiasa mendukung dan mengembangkan budaya
setempat. Agama Hindu ibarat aliran sungai, kemana sungai mengalir, di sanalah
lembah disuburkan. Budaya dapat pula dibandingkan sebagai wadah dan agama
sebagai air. Warna dan bentuk wadah menentukan warna dan bentuk air di dalam wadah
itu. Demikianlah hubungannya agama Hindu dengan budaya atau kebudayaan Bali.
Perbedaan budaya tidak akan menimbulkan perbedaan dalam pengamalan ajaran agama
oleh umatnya, karena agama Hindu di manapun dianut oleh pemeluknya, ajarannya
selalu sama, univesal dan bersifat abadi.
Bekenanan dengan khal tersebut timbul pertanyaan:
1. Apakah
wangsa, soroh, kasta, dan catur warna itu sama?
2. Apakah
pemujaan yang dilakukan oleh masing-masing kelompok ituberbeda?
Dua
hal ini menjadi pemikiran dalam uraian yang singkat ini.
PENGERTIAN :
A. WANGSA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wang.sa
Klasik Nomina (kata benda)
(1)
keturunan
raja; keluarga raja: wangsa Syailendra;
(2)
bangsa
Arti: Wangsa adalah sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama
tetapi maknanya berbeda. Wangsa memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga wangsa dapat menyatakan nama dari
seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Wangsa termasuk
dalam ragam bahasa klasik.
Arti: Wangsa berarti keturunan raja;
keluarga raja
Wangsa
berarti dinasti, atau kelanjutan kekuasaan pemerintahan yang dipegang oleh satu
garis keturunan (keluarga yang sama). Dalam sejarah Indonesia banyak kerajaan di
bumi nusantara yang rajanya berasal dari satu garis keturunan yang sama,
misalnya wangsa Sailendra pada Kerajaan Mataram Kuno, wangsa
Bendahara pada Kesultanan Johor dan Kesultanan Riau-Lingga.
Caturwangśa
Pembagian
kasta yang mengikuti sistem kasta di India, yaitu Brahmāna, Kşatriya, Waisya,
dan Sudra. Selain itu, Bali juga mengenal istilah jaba atau
"luar", yaitu orang-orang yang berada di luar keempat kasta tersebut.
Di dalam
masyarakat Hindu dikenal adanya sistem warna,yaitu suatu sistem pengelompokan
masyarakat berdasarkan profesi yang ditekuni, bakat dan keahlian yang dikuasai.
Pada perkembangannya, sistem warna dari agama Hindu ini sering diselewengkan
oleh penguasa penguasa feodal dan pengikut pengikutnya untuk melanggengkan
pengaruh politisnya dimasyarakat. Sistem warna yang merupakan pengelompokan
orang berdasarkan tugas dan kewajiban yang dijalankan di dalam kehidupan
bermasyarakat berubah menjadi tingkatan-tingkatan yang membedakan derajat
seseorang berdasarkan keturunan. Ide dasar dari sistem ini, yaitu pengelompokan
masyarakat berdasarkan profesi dan keahlian, sering atau bahkan terabaikan sama
sekali. Tingkatan-tingkatan kelas inilah yang kemudian disebut dengan kasta.
Berbeda dengan sistem
Warna yang bersumber dari ajaran Veda, sistem kasta yang sering tersamarkan
dengan keberadaan sistem warna ini, adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa
portugis yang berarti tembok pemisah. Penerapan politik devide et impera
pada masa pendudukan Hindia Belanda membuat sistem kasta dalam masyarakat Hindu
Bali menjadi semakin kuat dan bahkan menggeser pengertian sistem warna yang
asli.
B.SOROH
Istilah “Tat Twam Asi” dan “Tri Hita Karana” sudah sejak lama kita dengar, tetapi hal itu masih berputar-putar di dalam sebuah wacana saja, sedangkan pengamalannya masih sangat minim sekali. Mengapa kita masih berputar-putar di wilayah wacana dan belum bersungguh-sungguh melaksanakannya? Tentu saja karena banyak ada faktor X yang mengganjalnya. Diantara faktor X itu, faktor garis keturunan yang diramu dalam istilah “kasta” adalah salah satunya. Meski istilah kasta itu kini sudah berubah berganti baju menjadi istilah “soroh” atau “wangsa”, namun pelaksanaannya di masyarakat masih saja terjadi banyak diskriminasi di sana-sini.
Terdapat 2 soroh yang
saling berbeda pendapat, sebut saja “soroh jaba” yaitu soroh di
luar Puri (di jaba) dan “soroh menak’ yang berada di “jeroan” (di dalam).
“Soroh jaba” merasa yang dirugikan oleh praktek diskriminasi dari “soroh menak”
sehingga mereka menuntut kesetaraan di dalam pergaulan di masyarakat
tetapi soroh menak merasa tidak ada merugikan siapa-siapa
karena mereka menganggap bahwa hal itu sudah merupakan warisan tradisi secara
turun-temurun dan sudah diterimanya dari nenek moyangnya karena dari
faktor kelahiran.
“Soroh jaba” menuntut kesetaraan dengan mendasarkan pada tradisi weda (Aham Brahma Asmi) yang lumrah juga dikenal dengan istilah “Tat Tvam Asi”. Filsafat Tri Hita Karana, UUD 1945 dan hukum positif lainnya dengan tegas mengatakan bahwa semua warga Negara Republik Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Awig-awig di
Banjar sudah menyatakan bahwa semua Krama Banjar adat mempunyai hak
dan kewajibannya yang sama. Walaupun demikian, tapi tetap saja “soroh menak” berkeberatan
dan menuntut mendapatkan keistimewaan. Selama akar permasalahan ini belum bisa
terungkapkan, selama itu pula akan terus terjadi tarik menarik di antara
kedua soroh itu yang akan berpengaruh terhadap kehidupan
bermasyarakat di Desa Pakraman.
Istilah soroh
menak dan jaba itu sudah ada sejak lama di Bali. Hal ini menjadi sebuah
perangkap maut yang sangat mematikan dan dimanfaatkan oleh oknum segelintir
orang. Sebagaimana disebutkan dalam karya tulis I Made Kembar Kepun yang
terdiri dari 15 Bab, dikatakan bahwa sejak tahun 1343 bahwa orang-orang yang
cerdik pandai sudah mampu menciptakan “perangkap maut” untuk dapat menjebak
orang-orang Bali yang bodoh yang akan dijadikan kuda beban secara
turun-temurun. Perangkap itu dirakit sedemikian sangat rupa-rapinya yang
terdiri dari 6 butir ketentuan berikut:
1. Larangan memada-madaRatu
(dilarang meniru-niru Raja dalam berbagai hal).
2. Larangan asisia-sisia/ nyumuka (dilarang
untuk berguru dan meniru Pendeta dalam hal muput upacara dan
memberikan tirta pangentas meski sudah jadi Pendeta).
3. Keharusan masor
singgih(kaum Sudra harus terus tetap di bawah kaum Triwangsa dalam
berbagai aspek kehidupan di masyarakat)
4. Ketaatan
dan ketakutan pada “ajawera” (dilarang mempelajari ajaran Agama dengan ancaman
akan gila).
5. Ketakutan
pada paham Raja-Dewa (Raja dipersamakan dengan Bhetara yang harus
dituruti segala kehendaknya).
6. Ketakutan
terhadap rekayasa “titah Dewa”. Dikatakan oleh para cendekiawan bahwa jika
titah Dewa dilanggar akan menimbulkan bencana besar. Padahal hal itu adalah
akal-akalan saja. Nama beberapa Dewapun dicatut dipakai meneror pikiran rakyat
agar rakyat selalu menjadi ketakutan terhadap datangnya bencana, wabah
penyakit, kelaparan dan lain-lain.
C.
KASTA
Kasta yang sebenarnya merupakan perkumpulan
tukang-tukang atau orang-orang ahli dalam bidang tertentu. Pembagian manusia dalam masyarakat agama Hindu (Bangsa-bangsa Kerajaan Nusantara):
1. Kasta
Brahmana,
orang yang mengabdikan dirinya dalam urusan bidang spiritual seperti sulinggih,
pandita
dan rohaniawan.
Selain itu disandang oleh para pribumi.
2. Kasta
Ksatria,
para kepala dan anggota lembaga
pemerintahan.
Seseorang yang menyandang gelar ini tidak memiliki harta pribadi semua harta
milik negara.
3. Kasta
Waisya,
orang yang telah memiliki pekerjaan dan harta benda sendiri petani,
nelayan,
pedagang,
dan lain-lain.
Sedangkan di luar sistem kasta tersebut, ada pula
istilah:
Kasta
|
Kata "Kasta"
berasal dari bahasa Portugis "Caste" yang berarti pemisah,
tembok, atau batas. Timbulnya istilah kasta dalam masyarakat Hindu adalah
karena adanya proses sosial (perkembangan masyarakat) yang mengaburkan
pengertian warna. Pengaburan pengertian warna ini melahirkan tradisi kasta
yang membagi tingkatan seseorang di masyarakat berdasarkan kelahiran dan
status keluarganya.
Istilah "kasta" tidak
diatur di dalam kitab suci Weda. Kata "Kasta" itu sendiri dalam
bahasa Sanskerta berarti "kayu".
|
D.
CATUR WARNA
Kata Catur Warna berasal dari bahasa
Sanskerta yang terdiri dari kata ''Catur" berarti empat dan kata
"warna" yang berasal dari urat kata Wr (baca: wri) artinya
memilih. Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam
kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang,
serta kwalitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan
bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya
dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat golongan yang kemudian terkenal dengan
istilah Catur Warna itu ialah: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra.
Warna Brahmana.
|
Disimbulkan dengan warna putih,
adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya
menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kerohanian keagamaan.
|
Warna Ksatrya.
|
Disimbulkan dengan warna merah
adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya
menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kepemimpinan,
keperwiraan dan pertahanan keamanan negara.
|
Warna Wesya.
|
Disimbulkan dengan warna kuning
adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya
menitikberatkan pengabdiannya di bidang kesejahteraan masyarakat
(perekonomian, perindustrian, dan lain- lain).
|
Warna Sudra.
|
Disimbulkan dengan warna hitam
adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya
menitikberatkan pengabdiannya di bidang ketenagakerjaan.
|
Dalam perjalanan kehidupan di
masyarakat dari masa ke masa pelaksanaan sistem Catur Warna cenderung membaur
mengarah kepada sistem yang tertutup yang disebut Catur Wangsa atau Turunan
darah. Pada hal Catur Warna menunjukkan pengertian golongan fungsional,
sedangkan Catur Wangsa menunjukkan Turunan darah.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Wangsa
berarti dinasti, atau kelanjutan kekuasaan pemerintahan yang dipegang oleh satu
garis keturunan (keluarga yang sama).
2.
Terdapat 2 soroh yang
saling berbeda pendapat, sebut saja “soroh jaba” yaitu soroh di
luar Puri (di jaba) dan “soroh menak’ yang berada di “jeroan” (di dalam).
3.
Kasta
yang sebenarnya merupakan perkumpulan tukang-tukang atau orang-orang ahli dalam
bidang tertentu.
4. Kata Catur Warna berasal dari bahasa
Sanskerta yang terdiri dari kata ''Catur" berarti empat dan kata
"warna" yang berasal dari urat kata Wr (baca: wri) artinya
memilih. Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam
kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang,
serta kwalitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan
bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya
dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat golongan yang kemudian terkenal dengan
istilah Catur Warna itu ialah: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra.
5.
Dari uraian tersebut diBali sudah terjadi pembauran makna atau
ambigo dari makna yang sebenarnya dengan bernaung dan pembenaran atas nama
Agama.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Popular Posts
Posted by
SUBHATMA
BUNGA YANG BOLEH DIGUNAKAN UNTUK YADNYA
- Get link
- X
- Other Apps
Terima kasih infonya sangat bermanfaat sekali 😊
ReplyDelete