Search This Blog
Kita semua adalah pelayan; biasa jadi pelayan keinginan sendiri, pelayan orang lain, pelayan masyarakat atau pelayan Tuhan ; jadilah pelayan yang mampu menyelamtkan diri di dunia dan akhirat
Featured
- Get link
- X
- Other Apps
Posted by
SUBHATMA
MANTRA SEBAGAI SARANA BERDOA DAN SEMBAHYANG
MANTRA
SEBAGAI SARANA BERDOA DAN SEMBAHYANG
l. Pengertian mantram
Apakah setiap kita sembahyang
mesti menggunakan mantram, bagaimana bila kita tidak mengetahui tentang
mantram, apakah boleh menggunakan bahasa hati, bahasa yang paling kita pahami?
Berbagai pertanyaan muncul berhubungan dengan penggunaan mantram dalam acara
persembahyangan. Dalam melaksanakan Tri Sandhyà, sembahyang dan berdoa setiap
umat Hindu sepatutnya menggunakan mantram, namun bila tidak memahami makna
mantram, maka sebaiknya menggunakan bahasa hati atau bahasa ibu, bahasa yang
paling dipahami oleh seseorang yang dalam tradisi Bali disebut "Sehe"
atau "ujuk-ujuk" dalam bahasa Jawa.
Mengapa penggunaan mantra
sangat diperlukan dalam sembahyang? Terhadap pertanyaan ini dapat dijelaskan
bahwa sesuai dengan makna kata mantra, yakni alat untuk mengikatkan pikiran
kepada obyek yang dipuja. Pernyataan ini tidak berarti bahwa setiap orang harus
mampu mengucapkan mantra sebanyak-banyaknya, melainkan ada mantra-mantra yang
merupakan ciri atau identitas seorang penganut Hindu yang taat, yakni setiap
umat Hindu paling tidak mampu mengucapkan mantra sembahyang Tri Sandhyà,
Kramaning Sembah dan doa-doa tertentu, misalnya mantram sebelum makan, sebelum
bepergian, mohon kesembuhan dan lain-lain. Umumnya umat Hindu di seluruh dunia
mengenal Gàyatrì mantram, mantram-mantram ÚubhaSità (yang memberikan rasa
bahagia dan kegembiraan) termasuk Mahàmåtyuñjaya (doa kesembuhan / mengatasi
kematian), Úàntipatha (mohon ketenangan dan kedamaian) dan lain-lain.
Sebelum lebih jauh menguraikan
tentang fungsi atau manfaat pengucapan mantram, maka sangat baik pula dipahami
perbedaan pengertian antara mantram, stuti, stava, pùjà atau stotra, sùtra dan
úloka. Mantram pada umumnya adalah untuk menyebutkan syair-syair yang merupakan
wahyu Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut Úruti. Dalam pengertian ini yang
termasuk dalam pengertian mantram adalah seluruh syair dalam kitab-kitab
Saýhità (Ågveda, Yajurveda, Sàmaveda, Atharvaveda), Bràhmaóa (Úatapatha,
Gopatha, dan lain-lain), Àraóyaka (Taittirìya, Båhadàraóyaka, dan lain-lain)
dan seluruh Upaniûad (Chàndogya, Ìúa, Kena, dan lain-lain).
Di samping pengertian mantram
seperti tersebut di atas, syair-syair untuk pemujaan yang tidak di ambil dari
kitab Úruti, sebagian di ambil dari kitab-kitab Itihàsa, Puràóa, kitab-kitab
Àgama dan Tantra juga disebut mantra, termasuk pula mantram para pandita Hindu
di Bali. Mantram-mantram ini digolongkan ke dalam kelompok stuti, stava, stotra,
dan pùja. Selanjutnya yang dimaksud dengan sùtra adalah kalimat-kalimat singkat
yang mengandung makna yang dalam seperti kitab Yogasùtra oleh maharûi
Patañjali, Brahmasùtra oleh Badaràyaóa dan lain-lain, sedang úloka adalah
syair-syair yang dipakai dalam kitab-kitab Itihàsa dan Puæàóa, termasuk seluruh
kitab-kitab sastra agama setelah kitab-kitab Itihàsa dan Puràóa.
2. Fungsi mantram
Kini marilah kita bahas fungsi atau manfaat penggunaan mantram. Seperti telah diuraikan di atas, maka mantram-mantram berfungsi sebagai stuti, stava, stotra atau pùjà yang bermakna untuk mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, para dewata manifestasi-Nya, para leluhur dan guru-guru suci, dalam pengertian ini termasuk pula untuk memohon keselamatan, kerahayuan, ketenangan dan kebahagiaan. Dalam fungsinya untuk memohon perlindungan diri, maka mantram berfungsi sebagai Kavaca (baju gaib yang melindungi tubuh dan pikiran kita dari kekuatan-kekuatan negatif atau jahat) dan Pañjara (membentengi keluarga dari berbagai halangan atau kejahatan.
Perlu pula ditambahkan, bila
mengucapkan mantram-mantram, hendaknya dipahami benar-benar arti dan makna
sebuah mantram yang hendak dirapalkan. Mengucapkan mantram tanpa mengerti
makna, kitab Nirukta (I.13) menyatakan: Seorang yang mengucapkan mantram dan
tidak memahami makna yang terkandung dalam mantram itu, tidak pernah meperoleh
penerangan (kurang berhasil) seperti halnya sepotong kayu bakar, walaupun
disiram dengan minyak tanah, tidak akan terbakar bila tidak disulut dengan
korek api. Demikian pula halnya orang yang hanya mengucapkan mantram tidak
pernah memperoleh cahaya pengetahuan yang sejati.
Pertanyaan yang sering diajukan
oleh sebagian masyarakat adalah bagaimanakah caranya mengucapkan sebuah
mantram, apakah perlu keras-keras, berbisik-bisik atau diam saja, atau cukup di
dalam hati. Menurut berbagai informasi dinyatakan bahwa terdapat tiga macam
cara pengucapan mantram, yaitu:
1. Vaikari (ucapan mantram terdengar oleh orang lain).
2. Upàmûu(berbisik-bisik, bibir bergerak, namun suara tidak terdengar).
3. Manasika(terucap hanya di dalam hati, mulut tertutup rapat).
1. Vaikari (ucapan mantram terdengar oleh orang lain).
2. Upàmûu(berbisik-bisik, bibir bergerak, namun suara tidak terdengar).
3. Manasika(terucap hanya di dalam hati, mulut tertutup rapat).
Dari ketiga jenis atau cara
pengucapan mantram di atas, Manasika yang diyakini paling tinggi nilainya dan
menurut hemat kami, yang penting adalah kesujudan, kekusukkan dan kesungguhan
yang dilandasi oleh kesucian hati. Memang tidak semua orang berhasil
mengucapkan mantram dengan baik dan mantram atau doanya itu terkabulkan. Untuk
menunjang keberhasilan pengucapan mantram (mantram akan siddhi-mandi), hal yang
sangat perlu dilakukan antara lain: sebelum mengucapkan mantram hendaknya
seseorang menyucikan dirinya baik jasmani maupun rohani (asuci laksana) dan
bagi seorang rohaniwan, melakukan berbagai brata (janji atau tekad bulat
tertentu melaksanakan ajaran agama/berdisiplin), upavàsa (mengendalikan
makanan) dan japa (pengucapan mantram-mantram berulang-ulang), mendukung
keberhasilan dalam mengucapkan mantram.
3. Mantram Tri Sandhyà sebagai
sarana berdoa dan sembahyang
Mengapakah kita wajib
melaksanakan puja Tri Sandhyà, apakah sumber ajaran ini dan bagaimana kita bila
tidak mampu melaksanakan hal tersebut? Apakah harus melaksanakan puja Tri
Sandhyà itu di tempat-tempat yang di pandang suci, bagaimanakah apa boleh
dilaksanakan di kantor atau tempat-tempat pertemuan dan lain-lain muncul
sebagai akibat belum memasyarakatnya Tri Sandhyà secara baik.
Tri Sandhyà adalah sembahyang
yang wajib dilakukan oleh setiap umat Hindu tiga kali dalam sehari. Sembahyang
rutin ini diamanatkan dalam kitab suci Veda dan sudah dilaksanakan sejak ribuan
tahun yang lalu. Bila kita tidak tekun melaksanakan Tri Sandhyà berarti kita
tidak secara sungguh-sungguh mengamalkan ajaran yang terkandung dalam kitab
suci Veda. Banyak hambatan yang dialami mengapa seseorang tidak tekun
melaksanakan puja atau sembahyang Tri Sandhyà, beberapa hambatan tersebut di
antaranya: karena kurang memahami makna yang terkandung dalam melaksanakan puja
Tri Sandhyà, karena enggan, sebab belum dibiasakan (abhyàsa), bahasanya tidak
atau kurang dipahami dan sebagainya.
Untuk mengatasi berbagai
hambatan tersebut di atas, pertama-tama tumbuhkan tekad bahwa kita mampu untuk
melaksanakan hal itu. Selanjutnya pelajari dan hafalkan tiap-tiap kata dalam
mantram yang digunakan dalam Tri Sandhyà. Usaha lainnya adalah dalami maknanya
seperti telah kami ungkapkan di atas, mantra Tri Sandhya, khususnya mantram
Gàyatrì, di samping fungsi utamanya sebagai stava, stotra atau pùjà, maka
fungsinya sebagai kavaca dan pañjara mendorong kita untuk menuju keselamatan
jiwa dan raga. Sebagai dimaklumi, di dalam mantram-mantran yang digunakan untuk
puja Tri Sandhyà, terdapat sebuah mantram yang sangat disucikan oleh umat
Hindu, yakni mantram Gàyatrì, mantram pertama dari 6 bait mantram Tri Sandhyà,
dan seperti diamanatkan dalam kitab Atharvaveda, mantram Gàyatrì atau Gàyatrì
mantram adalah Vedamàtà, ibu dari semua mantram Veda, yang dapat memberikan
perlindungan, keselamatan, kegembiraan dan kebahagiaan.
- Get link
- X
- Other Apps
Popular Posts
Posted by
SUBHATMA
wangsa, soroh, kasta dan warna di Bali
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment