Search This Blog
Kita semua adalah pelayan; biasa jadi pelayan keinginan sendiri, pelayan orang lain, pelayan masyarakat atau pelayan Tuhan ; jadilah pelayan yang mampu menyelamtkan diri di dunia dan akhirat
Featured
- Get link
- X
- Other Apps
Posted by
SUBHATMA
BALI SEBELUM MASEHI
BALI
SEBELUM ABAD MASEHI.
Sebelum
abad masehi di Bali telah hidup kelompok masyarakat yaitu Ras Melayunesia yang dipengaruhi oleh budaya perundagian dan Ras Austronesia dipengaruhi oleh Budaya
Bahari.Kepercayaan kedua kelompok masyarakat ini masih bersifat Animisme (
memuja Roh) , Dinamisme ( memuja Kekuatan Alam), Toteisme ( memuja Binatang
keramat), Kenoteisme ( memuja Roh tertinggi ). Dalam cerita masyarakat Bali
yang bersifat oral ada ungkapan “Dugas
Gumi Baline Nu Suwung”( Waktu Pulau Bali Masih kosong ). Kosong disini
bukan berarti belum ada penduduk tetapi mempunyai arti pada waktu masyarakat
Bali belum mengenal agama dan masih melakukan pemujaan yang bersifat animisma
dan dinamisma.
A.
Ras Melayunesia ( Papua Melanesoid)
Ras
Melayunesia pada umumnya tinggal di daerah pedalaman yang melakukan pemujaan
roh nenek moyangnya yang disebut Para
Hyang.Pusat orientasi pemujaan adalah Gunung(
Hyang Bukit), dengan sarana pemujaan dari batu-batu alam dalam bentuk sederhana
yang disebut Batu Taulan.Tempat pemujaan
Parahyang disebut Ulan. Adanya Pura
Batu Madeg, Pura Ponjok Batu, di Bali adalah merupakan tempat-tempat pemujaan
dari Batu berdiri yang disebut Menhir(
Lingga). Sedangkan Pura Batu Kau, Pura Batu Lempeh, Pura Batu Lepang merupakan
altar pemujaan dari batu yang disebut Dolmen
(Yoni). Budaya masyarakat Melayunesia mendapat pengaruh dari budaya Jaman Perundagian.Pemukiman masyarakat ini terletak didaerah
pedalaman, dengan pola pemukiman yang terpusat ( Sentralistik).Kelompok masyarakat dari ras Melayunesia yang pusat
orientasi pemujaannya kearah Gunung disebut Wangsa Bukit yang melakukan pemujaan pada Bulan Mati ( Tilem).
B.
Ras Austronesia.
Ras Austronesia pada umumnya tinggal di
daerah pesisir yang melakukan pemujaan roh nenek moyangnya dengan pusat
orientasi pemujaan kearah Laut ( Hyang
Tasik).Mereka melakukan pemujaan dengan memberikan persembahan kepada
Penguasa Laut. Mereka percaya bahwa roh nenek moyangnya yang telah meninggal
akan naik perahu untuk menuju kealam
sorga.Perahu merupakan sarana yang dianggap penting pada Jaman Bahari sehingga
bentuk-bentuk rumah seperti perahu dengan bagian-bagian rumah ada yang disebut anjungan, buritan dan lain-lain. Adanya
budaya Makiis, Mulang Pakelem, Nganyut
di Bali merupakan pengaruh dari budaya perahu. Pemukiman masyarakat ini
terletak didaerah pesisir dengan bentuk rumah seperti perahu ( rumah panggung)
seperti Gelebeg,Kelingking,Kelumpu,
Jineng adalah bentuk rumah yang dipengaruhi oleh Jaman Perahu.Pola
pemukiman masyarakat Austronesia di daerah pesisir adalah Linier Majemuk ( Dalam satu pemukiman dihuni oleh beberapa kepala
keluarga, dengan satu pintu masuk. Rumah-rumah berjejer di Kiri dan Kanan yang
dibatasi oleh Publik Space dan berorientasi pada satu tempat pemujaan yang
disebut Tunggalan).Kelompok masyarakat dari ras Austronesia dengan pusat orientasi pemujaannya kearah laut disebut Wangsa Peminggir dengan melakukan
pemujaan pada bulan terang.
Jadi sebelum abad masehi di Bali hidup dua
kelompok masyarakat yang disebut Wangsa
Bukit dan Wangsa Peminggir.
- Get link
- X
- Other Apps
Popular Posts
Posted by
SUBHATMA
wangsa, soroh, kasta dan warna di Bali
- Get link
- X
- Other Apps
Posted by
SUBHATMA
BUNGA YANG BOLEH DIGUNAKAN UNTUK YADNYA
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment